Gunung agung
Gunung Agung masih Menggembung, Ini Penjelasan Ahli Gunung Api
Kamis, 05 Oct 2017 08:35 | Editor : I Putu Suyatra
KULIAH SINGKAT: Devy Kamil Syahbana Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur saat memberikan penjelasan mengenai Gunung Api dan kondisi terkini Gunung Agung di Pos Pemantauan Rendang kemarin (4/10). (WIDIADNYANA/BALI EXPRESS)
BALI EXPRESS, RENDANG - Gunung Agung sampai saat ini masih terus menunjukkan misterinya. Apakah gunung tertinggi di Bali ini akan benar-benar jadi erupsi, ataukah kembali tenang seperti sebelumnya. Walau pun sampai kemarin (4/10) kegempaan masih cukup tinggi, dan asap putih masih intens keluar dari rekahan-rekahan di kawah Gunung Agung. Berikut penjelasan ahli gunung api, Devy Kamil Syahbana, Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur.
“Sampai saat ini perkembangan masih sama. Kegempaan maupun asap yang keluar masih sama. Maka levelnya dan statusnya pun masih Awas,” ucap Devy Kamil Syahbana Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur di Pos Pemantauan Gunung Agung Rendang kemarin.
Dalam kesempatan kemarin Devy pun secara secara rinci akhirnya menjelaskan mengenai bagaimana prosesi gunung api aktif kepada awak media yang selama ini mangkal di Pos Pemantauan Gunung Agung di Rendang.
Melalui sebuah papan putih, “kuliah” singkat Devi pun dimulai dengan bagaimana lahirnya magma yang berawal dari adanya gesekan antara lempeng bumi yang ada di perut bumi dengan kedalaman berkilo-kilometer.
Berita Terkait
Hujan Kebanjiran, Terang Kepanasan, Pengungsi Masih Bertahan di Tenda
Atasi Kebosanan, Pengungsi Dilatih Membuat Bakso
“Saat magma ini lahir dan berbentuk kelompok-kelompok, dan ketika cukup kuat akan mulai berusaha naik ke atas, hingga mereka menemukan daerah yang lebih lemah, yang biasa disebut dengan kantong magma dalam (Magma Chamber),” ucapnya.
Jadi magma inilah yang terus mengisi kantong magma dalam dalam rentang waktu yang lama. Tapi ketika kantong magma dalam itu penuh, maka magma akan terus mencari jalan ke atas, hingga mereka menemukan kawasan lemah lainnya yang lebih di atas, dan biasa disebut dengan kantong magma dangkal.
“Ini kedalamannya berbeda-beda untuk beberapa gunung api. Namun biasanya bagian atas kantong magma dangkal ini sekitar 5 km dari puncak gunung. Nah di area kantong magma dangkal inilah mulai muncul yang namanya gempa tektonik lokal (TL) dan gempa vulkanik dalam (VA),” sambungnya.
Tapi apakah suplay magma akan berhenti saat magma sudah sampai di kantong vulkanik dangkal? Dijelaskan olehnya, suplai magma dari bawah (gesekan lempengan dan kantong magma dalam, Red) akan terus terjadi, hingga kantong magma dangkal pun akan penuh. Saat penuh, maka gesekan antara magma dengan kantong magma dangkal tersebut yang memunculkan gempa gempa TL dan VA.
“Sebab ketika penuh di kantong magma dangkal, maka magma ini akan berusaha mematahkan dinding-dinging kantong itu untuk mencari jalan,” ungkapnya.
Kemudian kenapa ada gempa TL? Dikatakan olehnya bahwa dari kantong magma dangkal itu terdapat patahan yang terhubung hingga permukaan di sekitar gunung. Nah ketika magma mencoba untuk melakukan koneksi patahan inilah, maka akan terjadi gempa tektonik lokal (TL) akibat patahan yang bergeser.
Lalu kenapa ada gempa vulkanik dalam (VA)? Dijelaskan bahwa ketika magma mencoba menembus patahan tersebut, magma juga berusaha menembus lapisan atas kantong magma dangkal. Nah saat gesekan itulah terjadi gempa vulkanik dalam, hingga pada akhirnya magma menemukan jalur lemah, yang disebut dengan leher magma. Leher magma ini merupakan jalur yang pada meletusnya Gunung Agung 1963 melalui jalur tersebut.
“Sepanjang leher magma inilah, ketika terjadi patahan dari material yang digesek magma, yang disebut gempa vulkanik dangkal (VB),” ungkapnya.
Lalu apa tanda jika saat ini banyak sekali terjadi gempa tektonik lokal (TL), gempa vulkanik dalam (VA) dan gempa vulkanik dangkal (VB). Seperti kata Devy, hal tersebut menandakan magma tak hanya menggempur area patahan, tapi juga bagian dari sisi kantong magma dangkal, serta area sepanjang leher magma untuk berusaha menembus ke atas.
“Makanya ketika ditanya magma ada di bagian mana, ya ada dimana-mana, ada di kantong magma dalam, ada di kantong magma dangkal, maupun di jalurnya dari tempat lahir magma (lempeng bumi) ke kantong magma,” terangnya.
Lantas untuk Gunung Agung sendiri, diterangkan olehnya bahwa kuncinya ada pada solidified magma, yang ada di bagian tengah leher magma hingga ke kawah.
Karena pada letusan 1963, area ini menyisakan material yang tersimpan di areal tersebut. Area ini menutup selama 50 tahun hingga membeku. Makanya setelah beku, membuat fluida yang ingin menembusnya dan ingin sampai ke atas tidak bisa dilakukan dengan mudah. Berbeda dengan gunung yang meletusnya lebih sering. Karena materialnya tak sekeras yang ada di Gunung Agung.
“Makanya ini dibombardir terus yang ditandai dengan kegempaan, tapi penutupnya itu juga tak mau kalah,” terangnya.
Karena terus menekan dan memborbardir, maka tekanan magma lama kelamaan akan habis. Tapi ditegaskan olehnya, hal itu pun sebenarnya belum selesai. Karena dari tempat lahir, magma terus menyuplai dan terkumpul di kantong magma dalam. Ketika menunggu tambahan tekanan magma inilah, kegempaan menurun. Tapi ketika suplai kembali ada, maka kegempaan akan naik lagi, lantaran gempuran pada solidified magma kembali dilakukan.
“Makanya kegempaan itu turun naik, seperti grafik ini, naik turun naik turun,” ucapnya sambil menunjuk grafik kegempaan.
Dengan kondisi itu, suatu saat akan ada dua kemungkinan. Apakah suatu saat akan naik lagi dengan kekuatan lebih besar, atau pas turun seterusnya bakal turun, yang dia istilahkan dengan nyerahnya pasukan bombardir tersebut.
“Tentu harapan kita semua dia sudah nyerah. Tapi meski begitu tetap harus antisipasi yang terburuk,” ucapnya.
“Nah kapan dia (Gunung Agung) akan meletus, itu kan banyak pertanyaannya. Sekarang begini, ketika dia (kegempaan) turun bisa saja dia lagi mengumpulkan kekuatan. Sebab setelah dibombardir terus menerus, tak tembus-tembus. Karena ada contoh salah satu gunung, setelah tenang, grafiknya menurun, drop dan hilang (tekanannya), tiba-tiba muncul lagi dengan kekuatan besar dan langsung erupsi,” paparnya.
Dan untuk Gunung Agung sendiri, seperti katanya bisa dilihat dari kondisi gempa vulkanik dangkal (VB) yang banyak di Gunung Agung, yang menjadi tanda jika sudah dekat. “Sebab magma kan ada bagiannya yang berupa gas. Nah gas inilah yang bisa keluar lewat celah yang kita lihat lewat asap yang keluar. Jadi kalau dia bukan pergerakan magma, dia tak akan keluar asap. Atau jika disebutkan karena pergerakan tektonik, dia tak akan keluar asap,” ungkapnya.
Lantas apakah tekanan pada Gunung Agung mestinya sudah mengendur, ketika sudah ada keluar gas dari rekahan-rekahan di kawah? Diucapnya olehnya, bahwa memang benar yang keluar itu mampu mengurangi tekanan. Yang mestinya dari deformasi, Gunung Agung harusnya kempes. Tapi saat ini secara deformasi Gunung Agung menunjukkan jika masih menggembung, hal yang menandakan suplai magma dari tempat magma lahir dan kantong magma dalam masih besar.
Lantas bagaimana mengetahui jika gunung api sudah mau meletus. Dituturkan olehnya, ketika bombardir tekanan magma terus dilakukan, dan zona solidified tidak kuat lagi menahan. Di sinilah pihaknya akan mendengar satu sinyal yang namanya tremor secara terus menerus. Sebab saat itu didorong naik, maka getaran itu akan terus berbunyi, ditandai dengan grafik gempa tremor yang tercatat terus naik tak berhenti-henti dan panjang hingga hitungan menit bahkan jam.
“Disitulah tanda akan ada letusan. Itulah kasus jika gunung siap meletus,” ucapnya.
“Sedangkan kalau tidak jadi meletus. Misalnya ketika bombardir terus dilakukan, hingga tenaganya habis, kemudian tak ada suplai lagi, lantaran dari bawah juga habis, maka magma yang tersisa baik di leher magma, kantong magma dangkal, dan kantong magma perlahan akan habis yang keluar dalam bentuk gas,” paparnya.
Tapi dijelaskan olehnya, benar tidaknya tekanannya habis, tentu akan dilihat melalui parameter lain. Misalnya deformasi mulai kempis, dan lainnya. Makanya ketika ada penurunan kegempaan secara mendadak, tidak serta merta status diturunkan. Tapi ada tahapannya, mulai dari kegempaan yang turun secara stabil, lalu deformasi mengempis, yang diiringi dengan status diturunkan ke Waspada. Lalu kegempaan perlahan hilang, artinya nol gempa perbulan, dan gas tidak lagi keluar dari kawah.
“Itu pun belum cukup, karena kami akan kirim tim ke atas untuk mengecek gas di atas. Kalau masih ada gas, ya level diturunkan ke Siaga. Dan pengecekan pada kawah terus dilakukan hingga kawah dinyatakan bebas asap dan gas berbahaya, baru diturunkan ke level Aman,” bebernya.
Nah melihat aktivitas Gunung Agung saat ini, ketika letusan apakah sekali dan langsung besar?
“Biasanya dicicil, makanya saya bilang ketika terjadi letusan pertama, ya pasukan (Magma) yang paling atas yang keluar pertama. Makanya pada letusan pertama, yang sumbat itu akan lepas. Kemudian baru nanti menyusul pasukan (magma bagian bawah) yang lebih besar yang sebelumnya ada di bawah akan keluar,” terangnya.
Ketika lubang tersebut terbuka, maka pengamatan lebih intens dilakukan, untuk mengetahui sebesar apa perkiraan letusan lanjutan yang akan terjadi, sebagai bagian untuk menentukan skenario lanjutan, termasuk radiusnya. Termasuk apakah Pos Pemantauan harus dipindahkan lebih jauh atau tidak.
“Yang jelas, sampai saat ini kondisi Gunung Agung masih Awas. Ini ditandai dengan asap putih yang masih terus keluar. Intinya yang keluar ini masih pasukan kecil atau gas dari pasukan yang memborbardir zona solidified itu,” terangnya.
Namun ketika asap putih itu berubah menjadi keabu-abuan, pertanda jika pasukan bombardir sudah berhasil menembus bagian zona solidified.
(bx/wid/yes/yes/JPR)
#karangasem #gunung agung#gunung berapi
Mapepada dan Nedunang Ida Bhatara di Besakih Berjalan Lancar
Atasi Kebosanan, Pengungsi Dilatih Membuat Bakso
Rekomendasi Untuk Anda
Proyek Underpass Sudah Jalan, Amdal Masih Ngadat
Pemilik Kafe di Mengwitani Rutin “Nyetor” Rp 2,5 Juta per Bulan
Atasi Kebosanan, Pengungsi Dilatih Membuat Bakso
Sekolah Penampung Pengungsi Kekurangan Sarana dan Tenaga Pengajar
STAHN Mpu Kuturan Singaraja Kantongi Izin Pembukaan Pascasarjana
Mahasiswa Pecandu Narkoba dan Seorang Pengedar Diringkus Polisi
Top Stories
Hujan Kebanjiran, Terang Kepanasan, Pengungsi Masih Bertahan di Tenda
Dewan Badung Desak Penertiban Papan Reklame Bodong
Kerap Dipakai Pacaran, Kolam Taman Kota Tabanan Dihancurkan
Rai Mantra Minta Distribusi Logistik Libatkan STT
Most Read
Gunung Agung Ini Sangat Kuat, Jika Gunung Lain Sudah Meletus
Gunung Agung masih Menggembung, Ini Penjelasan Ahli Gunung Api
Kepuh Agung di Areal Bandara Ngurah Rai (2)
Bikin Sayembara untuk Ditebang Pohon Ini, Penebangnya Meninggal Duluan
Peta Rawan Bahaya Gunung Agung Ternyata Sudah Ada dalam Lontar
Diancam Hukuman Mati, Wily Mengaku Dijebak Polisi
Rarapan Pantang Diletakkan di Atas Canang, Ini Alasannya
Pemilik Kafe di Mengwitani Rutin “Nyetor” Rp 2,5 Juta per Bulan
BACK TO TOP
Artikel Lainnya
Atasi Kebosanan, Pengungsi Dilatih Membuat Bakso
Kamis, 05 Oct 2017 08:35
Mapepada dan Nedunang Ida Bhatara di Besakih Berjalan Lancar
Kamis, 05 Oct 2017 08:20
Pura Ini Sering Didatangi Pejabat dan Jadi Tempat Semedi Banyak Umat
Rabu, 04 Oct 2017 15:24
Bertemu Konjen Negara Asing, Pastika Pastikan Bali Aman Dikunjungi
Kamis, 05 Oct 2017 10:47
Dewan Badung Desak Penertiban Papan Reklame Bodong
Kamis, 05 Oct 2017 10:25
Kerap Dipakai Pacaran, Kolam Taman Kota Tabanan Dihancurkan
Kamis, 05 Oct 2017 09:52
Atasi Kebosanan, Pengungsi Dilatih Membuat Bakso
Kamis, 05 Oct 2017 08:35
Mapepada dan Nedunang Ida Bhatara di Besakih Berjalan Lancar
Kamis, 05 Oct 2017 08:20
Pura Ini Sering Didatangi Pejabat dan Jadi Tempat Semedi Banyak Umat
Rabu, 04 Oct 2017 15:24
Bertemu Konjen Negara Asing, Pastika Pastikan Bali Aman Dikunjungi
Kamis, 05 Oct 2017 10:47
Dewan Badung Desak Penertiban Papan Reklame Bodong
Kamis, 05 Oct 2017 10:25
Kerap Dipakai Pacaran, Kolam Taman Kota Tabanan Dihancurkan
Kamis, 05 Oct 2017 09:52
Subscribe
Privacy PolicyWork with UsJawa Pos Corporate
©2017 PT Jawa Pos Group Multimedia
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home