Friday, September 22, 2017

Dua sisi. Babo

Invisible economy power
( Ekonomi).

Dulu tahun 1998 kita kena badai krisis Moneter dan pada waktu bersamaan kita juga diserang taipun Politik. Belum selesai masalah moneter dibenahi, kitapun mengalami bencana Tsunami di Aceh dengan korban lebih dari 300.000 orang meninggal dalam beberapa menit. Rupiah terjun bebas. Financial resource kering karena DSR negatif mendekati 100%. Perbandingan hutang terhadap GNP mendekati 100%. Secara akuntasi dan financial, indonesia sudah masuk katagori negara insolvent. Apakah Indonesia benar benar bangkrut dan hancur ? tidak. Teman saya orang asing sempat nyeletuk, andaikan itu terjadi di negara seperti Eropa atau Afrika mungkin negara itu sudah cerai berai. Tapi Indonesia tetap utuh.

Rupiah boleh jatuh, konglomerat boleh kabur dikejar hutang, bank boleh masuk ruang ICU BPPN tapi sektor pertanian mendulang laba berlibat. Para pengusaha kebun dan produk pertanian menikmati limpahan laba akibat harga jual komoditas yang melambung, akibat perbedaan kurs yang lebar. Lebih separuh yang kini sukses jadi konglomerat adalah mereka yang di lambungkan oleh adanya krisis moneter. Artinya mereka meraih peluang berkembang justru ditengah badai menggoncang perekonomian nasional. Akan selalu ada orang hebat yang melihat peluang dibalik setiap masalah dan tumbuh besar dari masalah yang ada.

Kini ada kasus yang menarik untuk disimak oleh para ekonom , yaitu kota Makasar. Ini kota berdasarkan hasil surver BPS, tingkat kemiskinan meningkat, tapi pertumbuhan ekonomi meningkat tembus 7%. Bahkan termasuk tertinggi di Indonesia. Mengapa kontradiksi dengan pertumbuhan ekonomi? Data BPS hanya menghitung orang miskin dari penghasilan tetapnya. Tapi dalam suatu kota atau negara yang sedang tumbuh , pekerjaan tetap justru sedikit , atau bisa saja berkurang. Karena setiap hari uang ada di jalanan dan semua orang mudah mendapatkannya. Orang cenderung memanfaatkan kesempatan itu untuk maju. Urbanisasi terjadi by natural. Orang miskin di desa menuju kota untuk mengubah nasip dan distribusi kemakmuran pun terjadi by natural

Di tengah situasi ekonomi yang berorentasi kepada Produksi, peluang bisnis rekanan pemerintah semakin menciut. Tidak semudah dulu ketika era SBY. Harga komoditas utama seperti CPO juga jatuh. Tapi teman saya justru mendapatkan kemakmuran dari pengekspor cangkang sawit ke luar negeri. Ada juga saudara saya di kampung yang mendapatkan kemakmuran karena menjual ranting kayu dan sampah hutan untuk di jual ke pabrik pallet yang rakus permintaan dari China untuk bahan bakar pembangkit listrik ramah lingkungan.

Juga ada teman aktifis yang tadinya bekerja di BUMN, Akibat adanya program rasionalisasi perusahaan diapun kena PHK. Apakah dia kelaparan dan menjadi miskin ? Tidak. Dengan lingkungan pergaulan para aktifis , dia mendapatkan uang dari agenda demo dan presssure kepada pemerintah. Uang donasi datang dari mana mana dan juga ormas selalu punya cara hebat  membuat proposal agar uang terus mengalir mensejahterakan pengurus. Dari bisnis fantasi saja orang bisa hidup makmur selagi situasi memang tercipta karena itu.

Jadi kelebihan demokrasi dan ekonomi kapitalis adalah mampu menciptakan invisible economy power lewat kreatifitas otak manusia untuk bertahan dari situasi apapun. Di negara sosialis atau totaliter ini tidak akan terjadi. Mengapa ? karena orang punya kebebasan untuk menentukan pilihannya dan bergerak kearah yang dia merasa nyaman. Soal atribut atau penampilan udah engga penting. Yang penting uang, yang serius ya uang, bahkan kalau menjual agama mendatangkan uang, mengapa tidak. Selebihnya emang gue pikirin..

Pahamkan sayang

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home