Likuiditas kering
Indoensia hebat...
Saya bertemu dengan teman lama saya di Beijing. Dia tertarik untuk ikut tender pengambil alihan Pembangkit listri geothermal yang merupakan portfolio milik Chevron. Yang saya tahu ada dua konglomerat China yang sudah masuk list peserta tender. Dalam list itu masuk juga nama Pertamina, PLN dan Medco. Teman saya bertanya sejauh mana kemungkinan bisa menang. Saya hanya angkat bahu. Karena portfolio ini yang paling menguntungkan bagi CHEVRON. IRR yang tinggi diatas rata rata. Belum lagi fuel yang di hasilkan oleh panas bumi yang ada di Indonesia dan Philipina sangat besar. Tentu akan banyak trilion dollar pemain yang mau ambil bagian. Namun tidak nampak TNC dari Amerika dan Eropa. Kemana mereka ? Ini bukannya mereka tidak tertarik tapi karena financial resource sudah mengering. Bank yang ada di Eropa dan AS termasuk papan atas sibuk mengatasi bleeding akibat dana menumpuk namun sulit di salurkan akibat aturan ketat OJK agar mereka lebih mengutamakan kesehatan NPL daripada melakukan ekspansi kredit. Dan lagi CHEVRON melepas asset terbaiknya untuk menyelesaikan NPL nya di bank dan membayar uang pesangon untuk PHK massal demi merampingkan perusahaan.
Saya tidak membahas mengenai proses pelepasan asset terbaik milik Chevron itu. Saya ingin menyampaikan bahwa betapa krisis global sekarang yang di picu oleh jatuhnya Lehman, dan kemudian berlanjut jatuhnya secara tajam harga komoditas dunia, termasuk Minyak. Petronas mencatat penurunan laba yang significant. Sekarang mengikuti langkah Chevron yaitu melakukan restruktur business dan rasionalisasi asset agar cost bisa di tekan untuk bertahan di tengah harga minyak yang tak cukup memberikan laba. Ini bukan saja berdampak kepada business utama minyak tapi juga downstream dan supply chain serta usaha jasa pendukungnya. Satu demi satu rontok , ada yang berusaha bertahan dengan menggalang sinergi namun tak lebih hanya menunda ke bangkrutan. Arab Saudi yang merupakan eksportir minyak terbesar dunia, sekarang mengalami defisit anggaran 16% dari GDP. Memotong secara drastis anggaran kesehatan dan pendikan sampai 35%. Membatalkan proyek kemanusiaan untuk program rumah murah sebesar USD 20 miliar. Tahun tahun kedepan Defisit akan semakin membesar. Kecuali Arab mau melakukan restruktur APBN secara significant dan reorientasi revenue dari crude oil ke Industry. Venezuela yang tadinya membanggakan kepemimpinan sosialis yang pro rakyat , harga minyak , sudah lebih dulu tumbang dengan ratapan pemuja sosialisme.
Likuiditas mengering. Daya beli yang di picu oleh semangat menumput stok sudah tidak ada lagi karena tidak ada lagi bank yang biayai stok. Aturan bursa komoditi semakin ketat sehingga tidak mungkin instrument sintetik dapat di pakai untuk membeli dan kemudian menjual untuk profit taking. Bukan hanya bisnis yang bertumpu kepada komoditas yang tumbang, juga banyak industri yang gulung tikar. Ada juga yang bertahan dengan melakukan penurunan kapasitas produksi dengan korban PHK yang tak bisa di elakan. Semua sedang berproses kepada tahap penyesuaian ( adjustment economic ) agar tercapai titik ke seimbangnan real. Mengapa ? Pertumbuhan economy yang di capai negara maju dalam tiga dasawarsa sebelumnya di sebabkan oleh nafsu untuk meningkatkan pendapatan di luar daya serap pasar yang sebenarnya. Bukan hal yang aneh, banyak orang punya kendaraan lebih dari 1, rumah lebih dari 1, TV lebih dari satu di rumah, Gadget lebih dari satu, dan banyak lagi konsumsi terjadi bukan karena kebutuhan tapi karena keinginan yang tak terpuaskan. Semua itu tidak di bayar dari pendapatan real tapi dari berhutang. Karena negara memberikan peluang pertumbuhan lewat konsumsi dengan kemudahan berhutang.
Dari keadaan tersebut diatas, kita termasuk bersyukur karena BUMN sebagai tulang punggung negara dalam program stimulus ekonomi cepat di antisipasi dari proses kebangkrutan seperti halnya Chevron, Petronas, dan banyak lainnya. Karena pemerintah sejak 2015, 2016 cepat melakukan restruktur permodalan melaui Penyertaan Modal Negara (PMN) dan cepat pula melakukan restruktur APBN dari konsumsi ke produksi. Sampai kini proses restruktur APBN terus berlangsung termasuk perluasan penerimaan pajak lewat program Tax Amnesty. Apa hasilnya?
Pertamina mencatat laba signifiacant di bandingkan sebelumnya, bahkan dengan percaya diri untuk ambil alah porfolio milik Chevron, PLN juga mencatat laba dengan efisiensi hebat sehingga punya kemandirian untuk ambil alih pembangkit listrik swasta yang lesu darah, dan melakukan ekspansi membangun 25,000 MW untuk program 32,000 MW. Di tengah negara negara kesulitan likuiditas dengan cadangan devisa drop, devisa kita tetap bertahan , bahkan berpotensi meningkat akibat capital inflow dari adanya progra Tax Amnesty. Teman di Beijing bilang, Indonesia bisa bertahan bahkan berpotensi memenangkan persaingan global karena struktur biaya coporate memang rendah dan kapasitas nasional corporate juga rendah. Jadi gejolak pasar uang dan komoditi sebagai hantu menakutkan bagi corporate dan negara yang rakus tidak terjadi bagi Indonesia…
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home